"Dampaknya tentu semakin banyak orang China yang datang ke Indonesia untuk belajar lebih banyak soal sarang burung (walet), demikian juga sebaliknya, banyak dari kita yang ke China untuk mengetahui budaya makan sarang burung walet di sana, hal ini membantu untuk saling memahami budaya masing-masing secara lebih baik," ujarnya.
Pasar sarang burung walet yang besar di China juga telah menyediakan peluang ekonomi baru bagi Indonesia, termasuk dalam bentuk penerimaan devisa yang cukup besar. Meski secara volume hanya sepertiga, nilai ekspor sarang burung walet ke China menyumbang 78 persen dari total nilai pada tahun lalu, yakni sebesar 551,5 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp16.300).
Ini belum termasuk efek ganda terhadap penciptaan ribuan lapangan kerja di Indonesia. Boedi menggolongkan bisnis sarang burung walet sebagai padat karya karena membutuhkan banyak tenaga kerja, mulai dari penjagaan, perawatan, pemanenan, hingga proses pembersihan dan pengemasan.
Namun, lebih dari sekadar perdagangan, otoritas setempat di Indonesia belakangan ini juga menggalakkan upaya agar makin banyak investasi dari China yang masuk ke Indonesia guna mendorong hilirisasi produk sarang burung walet.
Meski ekspor ke China pada 2024 sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, Boedi menyebut prospek pasar China masih cukup cerah ke depannya. Hal itu dikarenakan diversifikasi olahan, di mana sarang burung walet saat ini tidak hanya diolah secara tradisional, tetapi juga sudah banyak diubah menjadi minuman kemasan hingga produk nonpangan.
Sarang Burung Walet Jadi "Jembatan" Antara Indonesia dan China
Lebih dari sekadar bahan makanan kaya nutrisi, sarang burung walet telah menjadi bagian penting dalam kisah panjang hubungan persahabatan antara Indonesia dan China.